Senin, 13 Mei 2013

TUGAS 3




PEREKONOMIAN INDONESIA #
Tentang
PENANAMAN MODAL ASING






1EB02
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013






KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya yang membahas tentang “PENANAMAN MODAL ASING ”.

Makalah ini berisikan informasi tentang penanaman modal asing atau yang lebih khususnya membahas mengenai perananan penanaman modal asing, faktor-faktor dan masalah yang ada.

Diharapkan paper ini dapat memberikan informasi kepada para pembaca tentang penanaman modal asing. Penulis menyadari bahwa paper ini masih terdapat kekurangan , oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan paper ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan paper ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Depok, 9 Mei 2013




PENYUSUN



BAB I
PENDAHULUAN

A.                LATAR BELAKANG

Penanaman modal merupakan segala kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam melimpah dari pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, maupun pertambangan. Tidak serta merta sumber daya alam melimpah, dapat diambil dengan sendirinya ataupun diolah. Perlu dibangun infrstruktur sarana prasarana dalam mengolahnya oleh negara indonesia melalui pemerintah.

Untuk itu, timbulnnya keinginan untuk menarik investor, yang dimulai  sejak jaman orde baru hingga sekarang. Tetapi Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter. Krisis moneter ini diawali dengan terdefresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Defresiasi nilai tukar rupiah makin tajam sehingga krisis moneter yang terjadi tersebut berlanjut menjadi krisis ekonomi yang dampaknya terasa hingga saat ini.sehingga investor asing enggan menaruh investasinnya lagi dan Pertumbuhan ekonomi berjalan sangat lambat.

Salah satu cara untuk membangkitkan atau menggerakkan kembali perekonomian nasional seperti sediakala sebelum terjadinya krisis ekonomi adalah kebijakan mengundang masuknya investasi di Indonesia. Investasi, khususnya investasi asing sampai hari ini merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk diwujudkan. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor Sumber Daya Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat faktor kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam perizinan.

Di era reformasi, sejak pemerintahan BJ Habibie, kemudian Abdurrahman Wahid, Megawati, dan kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pemerintah justru berupaya menarik sebanyak mungkin investasi asing melalui rentetan kunjungan kenegaraan ke luar negeri, privatisasi BUMN, penegakkan supremasi hukum, serta revisi terhadap berbagai undang-undang yang menyangkut bisnis dan investasi perpajakkan, ketenagakerjaan dan seterusnya. Semua upaya ini tentu bertujuan menciptakan iklim dunia usaha dalam negeri yang lebih kondusif demi meningkatkan capital inflow yang pada gilirannya diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Memasuki tahun 2007, semua indikator makro ekonomi menunjukkan semakin membaiknya iklim dunia usaha, institusi perbankan yang kian berpeluang untuk meningkatkan penyaluran kredit, kian meningkatnya investor confidence, dan country risk yang juga membaik, kinerja pemerintahan yang secara umum mulai dapat dipercaya, walaupun masih ada berbagai ketidakberesan yang perlu segera dibenahi di sektor birokrasi dan penegakkan hukum.

Tetapi dengan masuknya perusahaan asing ini dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta nasional, baik karena alasan teknologi, manajemen, maupun alasan permodalan. Modal asing juga diharapkan secara langsung maupun tidak langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau kehidupan dunia usaha dalam berbagai bidang usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan pemasaran internasional melalui jaringan yang mereka miliki. Selanjutnya modal asing diharapkan secara langsung dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi Indonesia.

B.                 RUMUSAN MASALAH
Dalam paper ini, penyusun akan memberikan gambaran mengenai pembahasan-pembahasan tentang penanaman modal asing, antara lain :
1.       Apa peranan penanaman modal asing bagi negara berkembang?
2.       Faktor-faktor apakah yang menyebabkan sebagian besar investor asing enggan masuk ke  indonesia atau juga enggan untuk merealisasi rencana investasi mereka yang telah disetujui pemerintah?
3.       Bagaimana eksistensi penanaman modal asing diera otonomi daerah?
4.        Bagaimanakah  penyeleseaian sengketa dalam penanaman modal asing?

C.                 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penyusunan paper ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan mengenai masalah yang diangkat dalam paper.
2. Untuk memenuhi tugas softskill Perekonomian Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN


A.                PENGERTIAN PENANAMAN MODAL ASING
Dalam literatur ekonomi makro, investasi asing dapat dilakukan dalam bentuk, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung atau foreign direct investment (FDI). Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung yang dikenal dengan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.

Secara yuridis mengenai Penanaman Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal menyatakan bahwa:

“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri .”

Di dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini, jika diadakan perbandingan dari investasi portofolio dengan Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan, diantaranya sifatnya permanen (jangka panjang), banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja. Sedangkan, dalam investasi portofolio, dana yang masuk ke perusahaan yang menerbitkan surat berharga (emiten), belum tentu akan sanggup untuk membuka lapangan kerja baru di dalam Negara tujuan investasi.

           Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk memperluas usahanya atau membuka usaha baru yang hal ini berarti membuka lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar utang bank. Selain itu proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan manajemen.

B.     PERANAN PENANAMAN MODAL ASING BAGI NEGARA SEDANG BERKEMBANG
Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang  seperti negara Indonesia dapat diperinci menjadi lima hal yaitu :
1.      Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2.      Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan.
3.      Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural.
4.      Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif.
5.      Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya.

Selama ini investor domestik di negara sedang berkembang yang enggan melakukan usaha yang beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam yang belum dimanfaatkan dan membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya investor asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana negara, pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan daerah-daerah baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja. Sehingga tekanan pendudukan pada tanah pertanian berkurang dan pengangguran dapat diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran investor asing. Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi terampil, sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja tenaga kerja Negara tujuan penanaman modal dan pendapatan nasional.

            Dengan demikian, kehadiran PMA bagi negara sedang berkembang sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, pembangunan modal dan menciptakan kesempatan kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem neraca pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara dan swasta domestic dari negara tuan rumah atau yang sering disebut host country.
Penanaman modal asing di Indonesia tidak terlepas dari cita-cita hukum ekonomi Indonesia yaitu menggagas dan menyiapkan konsep hukum tentang kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi yang diharapkan adalah kehidupan ekonomi berbangsa dan bernegara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dalam keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-citakan Pancasila dan Indonesia sebagai negara berdaulat sekaligus sebagai negara berkembang mempunyai pola tertentu terhadap konsep hukum dalam kegiatan ekonomi, meliputi konsep pencapaian masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Konsep ekonomi kekeluargaan yang Pancasilais, konsep ekonomi kerakyatan untuk membela kepentingan rakyat.

Oleh karena itu, peranan PMA di Indonesia cukup mendukung juga perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia. Dan untuk mendukung investasi di Indonesia maka perlu pembentukan hukum ekonomi dengan perangkat peraturan membutuhkan kajian yang bersifat komprehensif dan pendekatan secara makro dengan informasi yang akurat demi multidisipliner dari berbagai aspek antara lain :
a. Ekonomi dan sosial.
b. Sosiologis dan budaya.
c. Kebutuhan-kebutuhan dasae dan pembangunan.
d. Praktis dan operasional dan kebutuhan kedepan.
e. Moral dan etika bisnis yang berlaku dalam konsep kelayakan dan kepatutan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan yang beradab.

C.                KENDALA INVESTASI ASING DI NEGARA INDONESIA
Secara teoritis ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan mengapa investor-investor dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang yakni, The Product Cycle Theory dan The Industrial Organization Theory of Vertical Organization. The Product Cyrcle Theory yang dikembangkan oleh Raymond Vermon ini menyatakan bahwa setiap teknologi atau produk berevolusi melalui tiga fase : Pertama fase permulaan atau inovasi, kedua fase perkembangan proses dan ketiga fase standardisasi. Dalam setiap fase tersebut sebagai tipe perekonomian negara memiliki keuntungan komparatif (Comparative advantage). The Industrial Organization Theory of Vertical Integration merupakan teori yang paling tepat untuk diterapkan pada new multinasionalism dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal. Pendekatan teori ini berawal dari penambahan biaya-biaya untuk melakukan bisnis diluar negeri (dengan investasi) harus mencakup biaya-biaya lain yang harus dipikul lebih banyak daripada biaya yang diperuntukkan hanya untuk sekedar mengekspor dari pabrik-pabrik dalam negeri. Oleh karena itu perusahaan itu harus memiliki beberapa kompensasi atau keunggulan spesifik bagi perusahaan seperti keahlian teknis manajerial keadaan ekonomi yang memungkinkan adanya monopoli. Menurut teori ini, investasi dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal yakni dengan penempatan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang berbeda-beda di seluruh dunia. Motivasi utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan lain-lain. Di samping itu motivasi yang lain adalah untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain, artinya dengan investasinya di luar negeri ini berarti perusahaan-perusahaan multinasional tersebut telah merintangi persaingan-persaingan dari negara lain sehingga monopoli dapat dipertahankan. Motif utama modal internasional baik yang bersifat investasi modal asing langsung (foreign direct investment) maupun investasi portofolio adalah untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik. Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor : Iklim investasi yang kondusif dan Prospek pengembangan di negara penerima modal.

Dilihat dari kedua faktor di atas, maka tampaknya arus modal asing justru lebih banyak mengalir ke negara-negara maju daripada ke negara-negara berkembang. Aliran modal ke negara-negara berkembang masih dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a.Tingkat perkembangan ekonomi Negara penerima modal.
b.Stabilitas politik yang memadai.
c.Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan investor.
d. Aliran modal cenderung mengalir ke Negara-negara dengan tingkat pendapatan per kapita yang tinggi.

Adanya keengganan masuknya investasi asing dan adanya indikasi relokasi investasi ke negara lain disebabkan karena tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia dewasa ini.Apabila ditinjau dari Undang-Undang Penanaman Modal, sudah dapat dikatakan bahwa Undang-undang tersebut mencakup semua aspek penting, seperti pelayanan, koordinasi, fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan, dan sector-sektor yang dapat dimasuki investor. Hal tersebut diupayakan secara maksimal agar terjad peningkatan investasi di Indonesia dari sisi pemerintah dan kepastian berinvestasi dari sisi pengusaha/investor. Beberapa poin penting dalam Undang-Undang Penanaman Modal, diantaranya adalah pada bab I pasal 1 Nomer 10 terkait pelayanan terpadu satu pintu. Yang artinya bahwa system pelayanan tersebut diharapkan dapat mengakomodasi keinginan investor/pengusaha untuk memperoleh pelayanan yang lebih efisien, mudah, dan cepat. Sehingga bagi manca Negara yang ingin berinvestasi disebuah wilayah Indonesia, tidak perlu lagi menunggu dengan waktu yang lama untuk memperoleh izin berinvestasi di Indonesia, bahkan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya pajak maupun pungutan lain akibat panjangnya jalur birokrasi.

Kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal yang terdapat dalam pasal 4 Nomer 2b, belum sepenuhnya terlaksana. Hasil studi LPEM-FEUI (2001) menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi pengusaha dalam melakukan investasi di Indonesia selain persoalan birokrasi, ketidakpastian biaya investasi yang harus dikeluarkan serta perubahan peraturan pemerintah daerah yang tidak jelas atau muncul tiba-tiba, juga kondisi keamanan, social dan politik Indonesia. Bahkan, World Economic Forum (2007), menunjukkan dari 131 negara, Indonesia berada dalam urutan ke-93 mengenai perlindungan bisnis.

Kendala perijinan penanaman modal di Indonesia, juga menjadi penghambat. Karena izin investasi tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket  dengan izin-izin lain yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha dan menentukan untung-ruginya suatu usaha. Misalnya di sector perhotelan, jumlah izin yang diperlukan mencapai 37 buah, karena setiap bagian dari hotel harus memiliki izin khusus dari departemen yang terkait. Kondisi perizinan penanaman modal yang rumit ini, seringkali membuat para penanam modal membatalkan niatnya untuk berinvestasi di Indonesia. Meskipun pelayanan terpadu satu pintu sudah diterapkan.

Hasil survey World Economic Forum (WEF) tahun 2007 menunjukkan, bahwa 8.5% dari jumlah pengusaha di Indonesia yang menjadi responden mengatakan bahwa permasalahan utama mereka adalah peraturan ketenagakerjaan yang restriktif, 10.7% mengeluhkan ketidakstabilan kebijakan, dan 16.1% mempermasalahkan birokrasi yang tidak efisien.

Khusus masalah birokrasi, yang tercerminkan oleh antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi seperti perizinan, peraturan atau persyaratan lainnya yang berbelit-belit dan langkah prosedurnya yang tidak jelas. Hal ini merupakan masalah klasik yang membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia. Sehingga permalahan ini menjadi kendala tertinggi penanaman modal asing di Indonesia. Masalah ini bukan hanya membuat banyak waktu yang terbuang, tetapi besarnya biaya yang harus ditanggung oleh pengusaha atau calon investor. Diantara Negara-negara ASEAN, hasil survey WEF menunjukkan Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah Singapura dengan birokrasi yang paling efisien atau biaya birokrasi paling murah (tidak hanya di ASEAN tetapi juga dunia menurut versi WEF) dan Malaysia.

D.                PENANAMAN MODAL ASING DI ERA OTONOMI DAERAH
Sejak pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah pusat mengeluarkan keppres khusus mengenai penanaman modal karena banyaknya kendala yang dihadapi oleh para investor yang ingin membuka usaha di daerah, khususnya yang berkaitan dengan proses pemgurusan izin usaha. Terkait masalah birokrasi yang berbelit-belit, kemudian diperparah dengan banyaknya peraturan pemerintah atau keputusan presiden tidak dapat berjalan efektif karena adanya tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang semuanya merasa paling berkepentingan atas penanaman modal di daerah. Dalam kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah baik ditingkat provinsi, kabupaten, kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman modal. Hal itulah yang mendasari munculnya keppres tersebut.
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pengurusan izin usaha dilakukan oleh BKPM untuk pemerintah pusat dan BKPMD untuk pemerintah daerah. Namun setelah otonomi daerah, terjadi ketidakjelasan mengenai pengurusan izin usaha/investasi, juga terjadi tarik-menarik antara kegiatan BKPM dengan BKPMD serta instansi-instansi pemerintah daerah lainnya yang menangani kegiatan investasi. Sejak penerapan otonomi daerah hingga kini banyak pemberitaan di media massa yang menunjukkan bahwa disejumlah daerah kewenangan penanaman modal digabung dengan dinas perindustrian dan perdagangan, atau bagian perekonomian. Ada beberapa daerah yang membentuk suatu dinas khusus untuk mengurus penanaman modal. Banyak kabupaten/kota bahkan yang sangat serius dalam menciptakan iklim berinvestasi yang kondusif dengan membentuk kantor pelayanan satu atap. Di Jepara dan Yogyakarta misalnya, menurut majalah Swasembada (2004), dengan system satu atap ini surat perizinan usaha dapat diperoleh dalam waktu rata-rata 5 hari hingga 1 minggu. Tetapi sayangnya masih lebih banyak daerah yang belum mapu merumuskan kebijakan atau regulasi sendiri, sehingga masih terikat dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanaman modal.
Hasil survey LPEM-FEUI tahun 2001 menunjukkan bahwa menurut responden Pemda, lama waktu pengurusan izin usaha baru apabila semua persyaratan dipenuhi dapat dikeluarkan paling lama dalam 3 bulan. Sementara itu, dari sisi pelaku usaha, waktu yang diperlukan untuk mengurus izin usaha baru adalah antar 1-3 bulan (44%), dan antara 3-6 bulan (21.5%).
Dari realita tersebut, ada baiknya pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah. Alaupun ada seumlah daerah seperti Jepara dan Yogyakarta telah berhasil membuat pelayanan satu atap, namun masih banyak lagi daerah yang bahkan sama sekali tidak tahu bagaimana memulai pembangunan satu atap. Juga di daerah-daerah yang sama sekali tidak ada kesamaan visi dari lembaga-lembaga pemerintah, ditambah lagi tidak ada keseriusan dari Bupati, sangat sulit diharapkan daerah-daerah tersebut dapat membangun pelayanan satu atap.

E.                 PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL
Undang-undang penanaman modal juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal. Aturan tersebut terdapat dalam bab XV pasal 32. Pasal tersebut berbunyi:
1)         Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penenam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui mufakat.
2)         Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3)         Dalam hal terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
4)         Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
Kompetensi absolute arbitrase untuk menyelesakan suatu perkara bergantung pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak. Ada dua bentuk perjanjian arbitrase, yakni factum de compromitendo dan akta kompronis.
Di dalam factum de compromitendo, para pihak yang membuat kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul melalui forum arbitrase. Perjanjian arbitrase ini melekat pada suatu perjanjian yang dibuat para pihak, seperti perjanjian usaha patungan dan keagenan. Oleh karena ia merupakan bagian dari suatu perjanjian tertentu, maka ia disebut sebagai klausul arbitrase.
Pada saat mereka mengikatkan diri dan menyetujui klausul arbitrase sama sekali belum terjadi sengketa atau perselisihan. Klausul arbitrase dipersiapkan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin timbul pada waktu yang akan dating. Jadi, sebelum terjadi perselisihan para pihak telah bersepakat dan mengikatkan diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase.
Bentuk perjanjian yang kedua adalah akta kompronis atau compromise settlement (perdamaian yang dicapai di luar pengadilan). Akta kompronis ini dibuat setelah timbul perselisihan antara para pihak. Setelah para pihak mengadakan perjanjian, dan perjanjian sudah berjalan, kemudian timbul perselisihan. Sebelumnya, baik dalam perjanjian yang bersangkutan ataupun akta tersendiri, tidak diadakan perjanjian arbitrase. Dalam kasus seperti ini, apabilapara pihak menghendaki agar perselisihan diselesailkan malalui forum arbitrase, mereka dapat membuat perjanjian untuk itu.
Dewasa ini sudah ada pengaturan yang tegas berkaitan dengan kompetensi absolute arbitrase. Pengaturan tersebut terdapat dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan undang-undang ini arbitrase di Indonesia memiliki kedudukan dan kewenangan yang semakin jelas dan kuat.
Pasal 3 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berhak untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Dengan demikian, pengadilan tidak berwenang untuk mencampuri suatu sengketa bilamana dicantumkan sebuah klausul arbitrase dalam suatu kontrak. Tujuan arbitrase sebagai alternative bagi penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan menjadi sia-sia manakala pengadilan masih bersedia memeriksa sengketa yang sejak semula disepakati diselesaikan melalui arbitrase.
Larangan campur tangan pengadilan itu hanya untuk menegaskan bahwa arbitrase adalah sebuah lembaga yang independen. Sehingga pengadilan wajib untuk menghormati lembaga arbitrase. Meskipun arbitrase merupakan suatu lembaga independen yang terpisah dari pengadilan, tidak berarti bahwa tidak ada kaitan erat diantara keduanya. Lembaga arbitrase membutuhkan dan bergantung pada pengadilan, misalnya dalam pelaksanaan putusan arbitrase


BAB III
PENUTUP

A.                KESIMPULAN
Peranan penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi lima, yaitu : Pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural. Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif. Kelima, bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. Peranan PMA di Indonesia cukup mendukung juga perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain :

a) Faktor Sumber Daya Alam, seperti tersedianya hasil hutan, bahan tambang, gas dan minyak bumi maupun iklim dan letak geografis serta kebudayaan.
b) Faktor Sumber Daya Manusia, dalam hal ini berkaitan dengan tenaga kerja siap pakai.
c) Faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha.
d) Faktor kebijakan pemerintah, kebijakan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang diambil oleh Pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.
e) Faktor kemudahan dalam peizinan, dalam rangka meningkatkan investasi di daerah, maka faktor perizinan perlu diperhatikan

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas, menjadi penyebab sebagian besar investor asing enggan masuk ke Indonesia atau enggan merealisasikan rencana investasi mereka yang telah disetujui oleh pemerintah serta terjadinya relokasi industri ke negara lain yang berakibat adanya capital flight yang besar.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya keengganan masuknya investasi asing ke Indonesia. Faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung masuknya arus investasi ke sebuah negara, seperti jaminan keamanan, stabilitas politik, dan kepastian hukum, yang tampaknya menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Ketidakkonsistenan penegakkan hukum masih menjadi faktor penghambat daya tarik Indonesia bagi investasi asing. Bahkan kebijakan otonomi daerah menjadi permasalahan baru dalam kegiatan investasi di beberapa daerah di Indonesia.


B.                 SARAN

    1.      Agar pemerintah pusat lebih memperhatikan undang-udang atau kebijakan lain yang sejalan atau mendukung adanya penanaman modal asing  di Indonesia.
    2.    Agar implementasi penanaman modal asing ataupun dalam negeri harus dimonitor secara ketat guna kelancaran investasi.
  3.  Agar pemerintah pusat membantu dengan sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah.

DAFTAR PUSTAKA

            Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
            Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
            Curry, Jeffry Edmund. 2001, Memahami Ekonomi Internasional, Memahami Dinamika Pasar Global, Penerbit PPM, Jakarta
            Dirdjosisworo, Soedjono. 1999, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, cetakan Pertama, CV. Mandar Maju
            Hartono, Sri Redjeki. 2007, Hukum Ekonomi Indonesia, cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang
            Hollis B, Chenery dan Carter, Nicholas G. 1973, Foreign Assistance and Development Performance, 1960-1970, American Economic Review, vol 63, No.2, Mei 1973
            Jatmika, Sidik. 2001, Otonomi Daerah, Perspektif Hubungan Internasional, Biagraf Liberty, Yogyakarta.
            Kartadjoemana, H.S. 1996, GATT DAN WTO, Sistem, Forum dan Lembaga Internasional dibidang Perdagangan, cetakan Pertama, Universitas Indonesia
Rajagukguk, Erman, et.al. 1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok
            Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Dkk. 2007, Jurnal Hukum Dan Bisnis Volume 24-No 4 Tahun 2007. ISSN: 0852/4912.  Yayasan Pemgembangan Hukum Bisnis: Jakarta.

            NAMA KELOMPOK :
    1.      NOVAROH YANA LESTARI       (28212454)
    2.      REGGIA LABITA                           (26212082)
    3.      RIYAN HARDIYANTO                 (26212502)
    4.      SARI APRIYANI                             (26212850)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar